14 Februari seringkali disebut
sebagai hari kasih sayang atau istilah baratnya disebut Valentine’s Day. Kita
tentu tahu valentine berasal dari budaya barat dan bertentangan dengan budaya
timur. Dengan sejarahnya yang membuat hari tersebut sakral (katanya), terutama
bagi pasangan bahkan bagi yang belum punya pasangan namun ingin mengungkapkan rasa
kepada sang pujaaan yang diimpikan alias ngayal. Apalagi dizaman era globalisasi
sekarang, anak muda tetntu tak asing lagi dengan valentine, mereka ramai-ramai
dengan pasangannya membuat pesta serta saling memberi hadiah berupa coklat dan
bunga mawar sebagai ungkapan kasih sayang. Katanya sih ngrayain valentine biar
tren, kalau tidak ikut takut dikatakan anak kampungan yang tidak tahu tren.
Seolah-olah valetine sudah menjadi budaya dikalangan remaja masa kini.
Valentine, dengan simbol hati
berwarna merah jambu. Hiasan-hiasan coklat mewarnai hari valentine dengan
nuansa kasih sayang. Ketika ada sepasang kekasih, memadu kisah , menuangkan
kasih sayangnya di hari valentine dengan ucapan “selamat hari valentine
sayang.. bla bla bla”
Ketika ucapan sudah tertuang
dalam limbah kasih sayang yang semu, maka timbullah rasa yang berkeinginan
untuk jumpa dalam tatap muka. Disanalah bermula stimulus itu, diikuti oleh id yang tak
kunjung dikendalikan oleh super ego sehingga ego memutuskan untuk mengikuti id
dari stimulus itu. Setan pun mengikuti stimulus tersebut agar mereka terjerumus
dalam dosa.
Saya tak bisa membayangkan, apa
jadinya jika semua orang mengikuti id untuk merayakan hari valentine dalam
konteks menenggelamkan diri terhadap
kemaksiatan yang tak tersadarkan. Hawa nafsu yang menguasai pun kian
merajalela. Memang bagi remaja, mereka memasuki era pubertas yang setiap
harinya diisi oleh rasa penasaran diikuti dengan ingin mencoba hal-hal baru.
Jika keimanan remaja tersebut lemah dan pengawasan dari orang tua yang longgar
maka peluang untuk terjerumus kedalam lembah maksiat makin besar. Penyesalan
menjadi jawab yang tak terbendung.
Memang, ada yang menganggap
merayakan hari valentine itu adalah hak
yang bersangkutan. Akan tetapi, tetap saja budaya mampu mematikan sedikit demi
sedikit bangsa melalui remaja. Ya, ramaja yang kerap kali berada dalam kondisi identity
vs role confusion yang dengan ababilnya mampu mengikuti kedua jalan, jalan
kemaslahatan bahkan sampai jalan kemaksiatan. Perlu upaya preventif dalam
mencegahnya.
Sekarang tibalah saatnya yang
sebentar lagi akan tanggal 14 Februari. Sudah banyak beragam produk-produk yang
menawarkan nuansa valentine. Bahkan ada konspirasi cokelat yang terselipkan
kondom seperti yang terjadi tahun lalu. Seperti apa jika anak-anak muda
memberikan hal tersebut kepada pasangan mereka, tentu dapat menjerumuskan
mereka ke dalam pergaulan bebas yang rentan tertular akan penyakit seks bebas
dan merusak moral anak muda penerus bangsa ini.
Dengan turunnya kebijakan dari
banyak pemerintah daerah tentang pelarangan untuk merayakan hari valentine
terutama untuk siswa merupakan kebijakan pendidikan yang cerdas dan solutif.
Pasalnya, kerap kali banyak kasus-kasus yang muncul terutama dari kalangan
pelajar alih-alih merayakan hari valentine dengan seks bebas. Mari kita lebih
bersikap bijak dan saya sarankan tidak merayakan hari valentine apalagi agama
kita yaitu agama Islam jelas melarang hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar