Selasa, 02 Februari 2016

Tren Remaja di hari Valentine



14 Februari seringkali disebut sebagai hari kasih sayang atau istilah baratnya disebut Valentine’s Day. Kita tentu tahu valentine berasal dari budaya barat dan bertentangan dengan budaya timur. Dengan sejarahnya yang membuat hari tersebut sakral (katanya), terutama bagi pasangan bahkan bagi yang belum punya pasangan namun ingin mengungkapkan rasa kepada sang pujaaan yang diimpikan alias ngayal. Apalagi dizaman era globalisasi sekarang, anak muda tetntu tak asing lagi dengan valentine, mereka ramai-ramai dengan pasangannya membuat pesta serta saling memberi hadiah berupa coklat dan bunga mawar sebagai ungkapan kasih sayang. Katanya sih ngrayain valentine biar tren, kalau tidak ikut takut dikatakan anak kampungan yang tidak tahu tren. Seolah-olah valetine sudah menjadi budaya dikalangan remaja masa kini.

Valentine, dengan simbol hati berwarna merah jambu. Hiasan-hiasan coklat mewarnai hari valentine dengan nuansa kasih sayang. Ketika ada sepasang kekasih, memadu kisah , menuangkan kasih sayangnya di hari valentine dengan ucapan “selamat hari valentine sayang.. bla bla bla”

Ketika ucapan sudah tertuang dalam limbah kasih sayang yang semu, maka timbullah rasa yang berkeinginan untuk jumpa dalam tatap muka. Disanalah  bermula stimulus itu, diikuti oleh id yang tak kunjung dikendalikan oleh super ego sehingga ego memutuskan untuk mengikuti id dari stimulus itu. Setan pun mengikuti stimulus tersebut agar mereka terjerumus dalam dosa.

Saya tak bisa membayangkan, apa jadinya jika semua orang mengikuti id untuk merayakan hari valentine dalam konteks menenggelamkan diri  terhadap kemaksiatan yang tak tersadarkan. Hawa nafsu yang menguasai pun kian merajalela. Memang bagi remaja, mereka memasuki era pubertas yang setiap harinya diisi oleh rasa penasaran diikuti dengan ingin mencoba hal-hal baru. Jika keimanan remaja tersebut lemah dan pengawasan dari orang tua yang longgar maka peluang untuk terjerumus kedalam lembah maksiat makin besar. Penyesalan menjadi jawab yang tak terbendung.

Memang, ada yang menganggap merayakan hari valentine  itu adalah hak yang bersangkutan. Akan tetapi, tetap saja budaya mampu mematikan sedikit demi sedikit bangsa melalui remaja. Ya, ramaja yang kerap kali berada dalam kondisi identity vs role confusion yang dengan ababilnya mampu mengikuti kedua jalan, jalan kemaslahatan bahkan sampai jalan kemaksiatan. Perlu upaya preventif dalam mencegahnya.

Sekarang tibalah saatnya yang sebentar lagi akan tanggal 14 Februari. Sudah banyak beragam produk-produk yang menawarkan nuansa valentine. Bahkan ada konspirasi cokelat yang terselipkan kondom seperti yang terjadi tahun lalu. Seperti apa jika anak-anak muda memberikan hal tersebut kepada pasangan mereka, tentu dapat menjerumuskan mereka ke dalam pergaulan bebas yang rentan tertular akan penyakit seks bebas dan merusak moral anak muda penerus bangsa ini.

Dengan turunnya kebijakan dari banyak pemerintah daerah tentang pelarangan untuk merayakan hari valentine terutama untuk siswa merupakan kebijakan pendidikan yang cerdas dan solutif. Pasalnya, kerap kali banyak kasus-kasus yang muncul terutama dari kalangan pelajar alih-alih merayakan hari valentine dengan seks bebas. Mari kita lebih bersikap bijak dan saya sarankan tidak merayakan hari valentine apalagi agama kita yaitu agama Islam jelas melarang hal tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar